[KHAZANAH] Keutamaan Hormat dan Taat kepada Guru

Oleh: Eko Wardoyo, S.Ag

Ilustrasi: Unsplash/Ritvik Singh

Di era milenial seperti ini, mencari seorang santri/ siswa yang berakhlak paripurna (karimah) sangatlah sulit, apalagi di sekolah-sekolah umum (yang tidak berbasis agama).

Entah apakah ini akibat dari perubahan budaya ataukah karena terlalu banyaknya pengaruh budaya asing yang menggeser budaya-budaya adiluhung kita, realitanya penurunan moral dan kemerosotan akhlak terjadi dimana-mana. Sebagai contoh; di dalam kitab ta’limul mutaalim (pelajaran bagi orang yang sedang menuntut ilmu), salah satu di antara 6 syarat menuntut ilmu yang baik adalah Irsyadu Ustadin ( Bimbingan seorang guru ). Guru di dalam terminologi agama derajatnya disamakan dengan orang tua, maka keduanya mempunyai hak untuk ditaati dan dipatuhi seperti halnya seorang santri/ siswa menghormati orang tuanya sendiri, demikian pula seharusnya terhadap guru-gurunya, akan tetapi di saat ini mencari santri/ siswa seperti itu adalah hal yang langka . "Kepatuhan/ ketaatan kepada orang tua/ guru" adalah hal sederhana yang mempunyai keutamaan / kekeramatan tersendiri dalam agama, meskipun hal ini sering sulit untuk dibuktikan dengan logika matematis, tetapi realitanya hal itu memang betul-betul realita menurut ajaran agama. Jadi ketaatan/ kepatuhan kepada guru adalah hal yang mampu memunculkan "keberkahan" dalam ilmu yang dituntut oleh seorang murid/ santri.

Nah, karena ketaatan/ kepatuhan kepada orang tua / guru merupakan akhlak adiluhung yang hampir punah itulah, maka hal ini saya ungkap ke permukaan dengan mengangkat beberapa kisah berhikmah yang luar biasa (meskipun kadang sulit diterima logika modern) tapi percayalah bahwa itu ada, dan itulah yang disebut dengan "keberkahan ilmu ". mudah-mudahan dengan beberapa kisah pendukung ini mampu menjadi pelajaran dan memperbaiki akhlak/ etika para santri/ siswa kita kepada guru- guru mereka. Aamiin 

KISAH SANTRI TABBAT

Di suatu pondok pesantren, tinggallah seorang kiai yang memiliki seorang putri beserta para santri yangsedang menimba ilmu agama. Salah satu santri yang mengabdi di pondok pesantren tersebut adalah seorang pemuda yang kurang cerdas (bodoh). Bertahun-tahun belajar agama di pondok tidak ada satu pun ilmu yang didapat karena kebodohannya itu, dan hanya sepenggal surat Al-Lahab yang berbunyi “tabat yada” yang ia bisa. Maka dari itu dia duipanggil si tabat, wαlαupun bodoh, si tabat ini adalah santri yang sangat patuh kepada sang guru, yaitu kiai tersebut. Apa pun perintah sang guru pasti ia laksanakan tanpa berpikir panjang.

Pada suatu hari putri dari sang kiai tersebut sakit aneh. Bertahun-tahun berobat ke sana kemari ke orang pintar, tabib dan dpkter, tidak sembuh jugα. Sang kiai pun hampir putus asa karena sang putru tak kunjung sembuh, akhirnya berdoa memohon petunjuk kepada Allah agar diberi petunjuk untuk kesembuhan sang putri. Saat kiai sedang tidur, sang kiai bermimpi ada sebuah suara yang mengatakan,”Jika sang putri ingin sembuh, maka yang tahu obatnya adalah Nabi Khidir as. Setelah terbangun, sang kiai merasa bingung terhadap mimppinya semalam dan beliau berpikir bagaimana mencari Nabi Khidir as dan siapa yang akan mencarinya.

Setelah berpikir lama, akhirnya kiai tersebut mendapatkan seseorang yang akan mencari nabi. Tanpa berpikir panjang, si Tabat dipanggil untuk menghadap kiai dan diberi tugas untuk mencari Nabi Khidir. Karena kepatuhannya, si Tabat tidak birpikir panjang langsung menerima apa yang diamanatkan kiai tanpa tahu siapa dan di mana Nabi Khidir. Setelah mendapat amanat tersebut, si Tabat langsung pergi. Tetapi saat keluar dari pendapa padepokan, si Tabat kembali lagi menemui kiai. Karena kebodohannya, si Tabat baru menyadari siapa Nabi Khidir itu, dan kiai berkata, “Jika kamu ingin mencari Nabi Khidir, kamu telusuri sungai hingga nanti akan bertemu dengan seseorang yang memakai jubah putih. Setelah bertemu dengan Nabi Khidir, kamu tanyakan apa obat agar putriku dapat sembuh dari penyakit aneh ini.” Setelah mendapatkan penjelasan dari kiai, si Tabat pun langsung berangkat dengan menyusuri sungai.

Butuh waktu bertahun-tahun si Tabat untuk bisa menemukan Nabi Khidir. Saat di tengah perjalanan, si Tabat melewati sebuah kuburan tua. Pada saat itu juga terdengarlah suara tanpa rupa yang memanggilnya.

“Tabat, kamu mau ke mana, Nak?”

Tabat pun langsung menjawab, “Siapa Kisanak? Aku mau mencari Nabi Khidir.”

Sura itu lantas menjawab, “Aku orang yang di dalam kuburan ini. Kebetulan sekali, Nak. Bolehkah aku meminta tolong kepadamu?”

Ternyata orang yang ada di dalam kubur tersebut adalah seorang ustadz, tetapi saat di dalam alam kubur selalu mendapat siksa. Dan ia ingin meminta tolong kepada Tabat, jika ia bertemu dengan Nabi Khidir, untuk bertanya kenapa ia disiksa. Si Tabat pun langsung setuju dengan permintaan seseorang di dalam kubur tersebut.

Tabat pun melanjutkan perjalanan menyusuri sungai. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan pohon mangga yang besar. Pohon mangga itu pun juga berbicara kepadanya dan meminta tolong agar ditanyakan kepada Nabi Khidir, “Mengapa kok buah mangga tidak pernah diambil dan dimakan orang?”

Tabat pun menyetujui permintaan pohon mangga tersebut lantas melanjutkan perjalanannya. Di tengah perjalanannya kali ini, ia menjumpai sebuah sumur tua. Dan anehnya, sumur tua itu juga berbicara kepada Tabat dan meminta tolong jika ia bertemu dengan Nabi Khidir untuk ditanyakan, “Mengapa air di dalam sumurku ini tidak pernah diminum orang?” tabat pun juga menyetujui permintaan sumur tua itu dengan menjawab “Ya”.

Setelah bertahun-tahun menyusuri sungai, akhirnya usaha Tabat membuahkan hasil. Ia menjumpai seorag pria yang memakai jubah putih bersih. Tabat pun menghampiri dan bertanya, “Apakah Kisanak adalah Nabi Khidir?” ternyata pria berjubah putih itu memanglah Nabbi Khidir. Tabat pun langsung menangis dan bersujud karena bersyukur kepada Allah karena usahanya diridhoi.

Tabat pun langsung menyampaikan amanat dari kiai bahwa kiai ingin meminta petunjuk kesembuhan putrinya, nabi Khidir pun menjawab dan memberi petunjuk jika sang putri ingin sembuh maka harus dinikahkan. Karena bodohnya Tabat, ia langsung meneerima jawaban tanpa bertanya dengan siapa putri harus menikah.

Setelah itu Tabat menyampaikan pesan seorang ustadz di dalam kubur, pohon mangga, dan sumur tua. Nabi Khidir menjawab,”Sebenarnya orang di dalam kubur itu adalah seorang ulama, karena ia memiliki ilmu tetapi tidak pernah diamalkan kepada orang lain, maka di dalam kubur arwahnya tidak tenang. Jika orang itu ingin bebas, mintalah ia untuk memberikan ilmunya kepadamu, Tabat. Maka ia akan tenang di alam kubur.”

“Mengapa pohon mangga buahnya tidak pernah diambil orang, padahal buahnya besar-besar?”

“Hal itu karena di dalam pohon mangga itu terdapat pusaka yang ampuh. Jika ingin buahnya diambil dan dimakan orang, maka ambillah pusaka itu.” balas Nabi Khidir.

“Yang terakhir, mengapa sumur tua itu airnya tidak pernah diambil orang?”

“Itu karena di dalam sumur itu terdapat sebuah emas. Jika ingin airnya diambil orang, maka mintalah sumur itu menyerahkan emasnya kepadamu.”

Setelah mendapatkan amanat dari Nabi khidir, Tabat langsung pamit untuk kembali. Setiba di sumur tua, Tabat emnyampaikan apa yang diamanatkan Nabi. Akhirnya diserahkanlah kepada Tabat, emas yang ada di dalam sumur itu. Begitu pun ketika menemui pohon mangga, diserahkanlah kepadanya pusak ampuh yang ada di dalam pohon mangga itu. Sama halnya ketika sampai di kuburan, diberikanlah kepada Tabat ilmu dari ulama itu, hingga akhirnya si Tabat menjadi orang yang pandai, kaya, dan sakti.

Setelah bertahun-tahun berkelana, akhirnya Tabat kembali ke pondok. Semua orang tidak ada yang mengenalinya karena Tabat terlihat bagai seorang yang pandai dan berpendidikan, sopan, dan santun. Berbeda dengan Tabat beberapa tahun sebelumya. Bahkan kiai pun tidak mengenalinya karena perubahan Tabat.

Akhirnya setelah Tabat menceritakam apa yang terjadi, kiai pun terharu akan diri Tabat yang sekarang. Kiai dan para teman santri tidak menyangka, sekembalinya Tabat menjadi seseorang yang pandai, kaya, dan sakti. Tabat juga menyampaikan obat untuk kesembuhan putri kiai yaitu agar sang putri dinikahkan. Tetapi kiai bertanya dengan penuh rasa ragu, “Kepada siapa putriku harus kunikahkan, Tabat?” Tetapi tentu saja, Tabat pun tidak tahu kepada siapa putri sang kiai harus dinikahkan.

Tetapi pada akhirnya, karena jasa Tabat yang telah menemukan Nabi Khidir, ia pun dinikahkan dengan putri sang kiai. Sang putri pun sembuh dan hidup dengan bahagia.

Maka dari itu. Ridho Allah SWT, ada pada ridho guru-gurumu.

Semoga siapa pun yang sedang menuntut ilmu mendapatkan keberkahan dari doa guru-guru mereka. Aamiin.[] 

Penulis:


 
Eko Wardoyo, S.Ag
Penulis adalah Guru PAI SMK Bina Utama Kendal dan ketua Jam'iyah Dzikir Rotibul Kubro Kab,Kendal

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar